Powered By Blogger

Senin, 26 Maret 2012

objek wisata danau laut tawar takengon

jarang di beritakan belahan dunia, bahwa di dataran tinggi tanoh gayo ini terdapat objek wisata berupa danau yang begitu menawan bagi para wisatawan lokal maupun wisatawan asing, sangat terlihat jelas keindahan danau ini, sehingga para penikmat objek wisata alam terus meninggalkan moment-moment pentingnya di sini. baru-baru ini danau laut tawar sering di postingkan di jejaring sosial maupun jejaring umum yang sekaligus mempublikasikan betapa indahnya danau laut tawar ini jika hanya di jadikan santapan bagi sepasang bola mata penikmat keindahan alam. kenapa danau ini sangat tertinggal dari pantauan semua aspek pecinta wisata alam lokal maupun mancanegara....??? mungkinh karena tempat yang mungkin masi di anggap kurang strategis jika di bandingkan DANAU TOBA, DANAU KALIMUTU, ataupun DANAU-DANAU yang terdapat di indonesia lainya... semestinya danau ini juga mendapat perhatian yang sama peringkatnya dengan danu-danu lainya yang terdapat di indonesia.
selain keindahannya yang begitu menawan, danau laut tawar juga memiliki ciri khas tersendiri, yaitu penghuni danau yang begitu menjadi jati diri tersendiri bagi danau ini, dan masyarakat tanoh gayo pada umumnya. yaitu "DEPIK" sebuah ikan kecil yang hanya hidup di danau ini saja. bentuknya sana dengan ikan TERI, bertubuh kecil dan sedikit panjang, mempunyai rasa yang khas bagi para lidah pencitanya.....
IKAN DEPIK/DEUPIK (Rasbora Leptosoma) adalah jenis ikan yang habitatnya hanya terdapat di Danau Laut Tawar Takengon, Kab. Aceh Tengah, Aceh Indonesia. Keberadaan ikan Depik sama tuanya dengan keberadaan masyarakat Gayo di Aceh Tengah itu sendiri. Menurut legenda lokal, ikan depik berasal dari nasi yang dibuang ke danau di daerah Bur Kelieten, kemudian berkembang dan menjadi ikan khas daerah Gayo ini hingga sekarang. Ada juga ikan yang menyerupai Depik di Danau Laut Tawar, yaitu ikan Eas (Resbora Argyrotaenia) dan ikan Relo (Resbora Tawarensis). Dua jenis ikan mirip ikan depik, tetapi terdapat beberapa perbedaan kontur fisik. Pada ikan Depik pada bagian tubuhnya lebih lunak dibandingkan dua jenis ikan tersebut. Mata ikan depik juga lebih kecil dibandingkan mata ikan eas dan relo. Biasanya pada waktu pertengahan tahun yaitu sekitar bulan Agustus hingga di akhir tahun, para nelayan terlihat sibuk menangkap ikan Depik di pinggir Danau Laut Tawar. Bila musim panen ikan Depik tiba, terjadi perubahan iklim, yaitu angin yang berhembus terasa berbeda, agak lebih dingin. Terkadang disertai hujan atau gerimis-gerimis kecil. Menurut perkiraan para nelayan ikan Depik hal itu menandakan musim panen ikan depik telah tiba. Nelayan pun terlihat sibuk menyiapkan jaring untuk menjaring ikan Depik tersebut. Setelah para nelayan menjaring ikan Depik, biasanya di waktu subuh para agen atau penyalur ikan Depik mendatangi tempat para nelayan ikan Depik untuk melakukan transaksi jual beli. Setelah terjadi transaksi, ikan Depik tersebut ke pasar ikan dan menjualnya kembali kepada para penjual ikan dipasar tradisional. Cara pembelian ikan Depik ini memiliki takaran atau timbangan tertentu, bukan dalam bentuk kilogram, akan tetapi dalam bentuk “katok” dan “bambu”. Biasanya untuk takaran 1(satu) “katok” kecil berukuran 250 gram dan untuk ukuran 1(satu) “bambu” berukuran sekitar 1(satu) kilogram. Untuk penjualan ikan Depik ini terbagi dalam Dua) bentuk, yaitu ikan Depik basah, yaitu ikan Depik yang telah di panen, dan ikan Depik kering yaitu ikan depik yang dijemur, akan tetapi berbeda dengan ikan asin pada umumnya. Ikan depik ini hanya sekedar dijemur. "mungkin ada yang berminat......???? boleh jalan-jalan ke takengon, pastinya ke danau laut tawar ini dunksss, sekalian mencicipi gimana siech rasa khas nya ikan depik......." selain keindahanya, danau laut tawar juga menyimpan cerita misteri yang sampai saat ini belum terungkap. dan sayangnya cerita ini hanya merupakan cerita yang bersumber dari mulut ke mulut. Danau laut tawar takengon memiliki daya pikat tersendiri. Danau sunyi dan seakan menyimpan sejuta misteri. Di danau ini dulu pernah diisukan dihuni oleh seekor naga hijau. Naga hijau ini pernah dilihat oleh warga setempat dan katanya beritanya pernah menghiasi surat kabar lokal. Saya mendengar cerita ini dari supir mobil rental, ketika saya mengkonfirmasi ke sahabat saya yang warga takengon, dia bilang kalau seluruh orang Aceh sangat familiar dengan cerita itu. Itu seperti cerita yang diturunkan turun temurun. Dia sebagai penduduk asli tidak pernah melihat, orang tuanya juga tidak pernah melihat, dan seingat dia nenek dan buyutnya juga belum pernah bertemu dengan si Naga hijau. Karena potensi lahannya, Takengon sudah dimasuki oleh belanda pada awal abad 19an. Disana belanda mengembangkan kopi arabica, beserta fasilitas pengolahannya. Selain bertani kopi, penduduk takengon bertani kayu manis dan cengkeh. Sahabat saya yang berasal dari takengon juga memiliki kebun kopi, kayu manis dan cengkeh. Mereka pernah mengalami masa kejayaannya dimana harga cengkeh dan kayu manis sangat tinggi. Harga kopi juga bagus. Jika anda ke Takengon anda akan terkesima melihat banyaknya rumah bertingkat dan mewah. Petani di takengon secara umum banyak yang kaya. Tetapi sahabat saya meralat statement tersebut, dia bilang kalau dulu kami pernah kaya. Namun sekarang udah tidak lagi. Kayu manis, cengkeh sudah tidak ada harga lagi. Menurut dia, anak-anak dulu beruntung, tidak seperti anak sekarang. Dia bisa disekolahkan oleh orang tuanya ke kota Medan dan memperoleh gelar Sarjana karena hasil ladangnya. Namun sekarang kebun tersebut sudah tidak bisa diandalkan, ditambah dengan usia orangtuanya yang bertambah tua sama halnya seperti tanaman kopi. Untung sahabat saya tersebut udah bekerja dengan gaji yang lumayan, sehingga dia bisa membiayai kuliah dua orang adiknya.Untuk makanan, di Takengon anda tidak perlu khawatir kekurangan makanan. Disini banyak warung makan, khususnya warung padang. Sate padang, nasi goreng, roti dan pisang bakar adalah contoh makanan yang bisa anda temukan pada sore dan malam hari. Saya akan sudahi disini karena saya harus berangkat kuliah, lain kali saya sambung lagi.

1 komentar: